Alergi makanan pada bayi yang diberi ASI eksklusif mungkin tampak paradoks, karena ASI dianggap sebagai makanan yang paling aman dan bergizi. Namun, alergi tetap bisa terjadi. Bayi yang disusui dapat mengalami reaksi alergi terhadap protein yang masuk ke dalam tubuh ibu melalui makanan yang dikonsumsinya, dan kemudian diteruskan ke bayi melalui ASI. Reaksi ini dapat beragam, mulai dari ringan hingga berat, dan mengenali tanda-tandanya sangat penting untuk intervensi dini. Menentukan penyebab alergi membutuhkan observasi yang cermat dan konsultasi dengan dokter spesialis anak.
1. Gejala Alergi Kulit
Gejala alergi makanan pada bayi yang disusui sering kali terlihat pada kulit. Ini merupakan manifestasi yang paling umum dan seringkali menjadi tanda pertama yang diperhatikan oleh orangtua. Beberapa gejala kulit yang bisa menunjukkan alergi meliputi:
-
Eksim/Dermatitis atopik: Ini adalah ruam merah, gatal, dan bersisik yang sering muncul di pipi, dahi, dan kulit kepala. Ruam tersebut bisa menyebar ke seluruh tubuh. Eksim pada bayi ASI seringkali terkait dengan alergi makanan. Teksturnya dapat bervariasi, dari kering dan bersisik hingga basah dan menetes. Garukan yang berlebihan dapat menyebabkan infeksi sekunder.
-
Urtikaria (biduran): Muncul sebagai bentol merah, gatal, dan bengkak yang muncul dan hilang secara tiba-tiba. Ukuran dan bentuknya bervariasi. Biduran dapat terjadi di mana saja pada tubuh bayi.
-
Angioedema: Ini adalah pembengkakan di bawah kulit, yang sering terjadi di sekitar mata, bibir, dan tangan. Angioedema bisa lebih serius daripada biduran dan memerlukan perhatian medis segera.
Diagnosa alergi kulit pada bayi membutuhkan pemeriksaan fisik oleh dokter. Dokter akan melihat riwayat makanan ibu dan gejala bayi untuk menentukan kemungkinan penyebab alergi. Tes alergi mungkin diperlukan untuk konfirmasi, namun biasanya dilakukan setelah bayi berusia lebih dari enam bulan.
2. Gejala Saluran Pencernaan
Selain gejala kulit, alergi makanan juga dapat memanifestasikan dirinya melalui sistem pencernaan bayi. Gejala-gejala ini dapat bervariasi dalam keparahan dan seringkali sulit dibedakan dari kolik atau masalah pencernaan lainnya. Berikut adalah beberapa gejala pencernaan yang perlu diperhatikan:
-
Diare: Tinja yang encer, sering, dan berair dapat menjadi indikasi alergi makanan. Konsistensi tinja mungkin berbeda dari biasanya, dan dapat mengandung lendir atau darah.
-
Sembelit: Sebaliknya, beberapa bayi mengalami sembelit sebagai reaksi alergi. Tinja keras dan sulit dikeluarkan dapat menunjukkan adanya masalah pencernaan yang terkait dengan alergi.
-
Muntah: Muntah yang sering dan hebat bisa jadi tanda alergi makanan. Muntah dapat berupa muntahan susu atau isi lambung.
-
Refluks gastroesofageal (GER): Meskipun GER sering terjadi pada bayi, alergi makanan dapat memperburuk gejala refluks, seperti muntah dan regurgitasi yang sering. Bayi dengan alergi makanan mungkin juga mengalami iritasi pada kerongkongan karena asam lambung.
-
Kolik: Bayi dengan kolik sering menangis berlebihan dan menunjukkan tanda-tanda ketidaknyamanan perut. Meskipun kolik seringkali idiopatik (tidak diketahui penyebabnya), beberapa kasus dapat dikaitkan dengan alergi makanan.
Perlu diingat bahwa beberapa gejala pencernaan ini juga bisa disebabkan oleh hal-hal lain, sehingga diagnosis yang tepat memerlukan evaluasi medis yang komprehensif.
3. Gejala Pernafasan
Alergi makanan pada bayi yang disusui juga dapat memicu reaksi pada sistem pernapasan. Gejala pernapasan ini dapat berkisar dari ringan hingga berat dan memerlukan perhatian medis segera jika berat. Gejala-gejala tersebut meliputi:
-
Hidung tersumbat: Bayi mungkin mengalami hidung tersumbat atau pilek yang persisten.
-
Bersin-bersin: Bersin yang berlebihan dan sering dapat menjadi indikasi alergi.
-
Batuk: Batuk yang persisten dan tidak kunjung sembuh bisa jadi disebabkan oleh alergi makanan.
-
Sesak napas (dispnea): Ini adalah tanda yang serius dan memerlukan perhatian medis segera. Sesak napas dapat terjadi karena pembengkakan saluran napas.
-
Mengi (wheezing): Suara siulan saat bernapas dapat menunjukkan penyempitan saluran napas, seringkali terkait dengan asma.
Gejala pernapasan yang terkait dengan alergi makanan pada bayi perlu segera ditangani oleh dokter. Jika bayi mengalami sesak napas atau mengi, segera bawa ke rumah sakit.
4. Gejala Sistemik Lainnya
Selain gejala kulit, pencernaan, dan pernapasan, alergi makanan juga dapat memicu gejala sistemik lainnya pada bayi, meskipun ini lebih jarang terjadi. Gejala ini meliputi:
-
Letargi/Kelelahan: Bayi mungkin tampak lesu, kurang aktif, dan mudah mengantuk.
-
Iritabilitas: Bayi mungkin lebih rewel, menangis lebih sering, dan sulit untuk ditenangkan.
-
Demam: Meskipun tidak selalu terjadi, demam dapat menjadi gejala alergi makanan pada beberapa bayi.
-
Anafilaksis: Ini adalah reaksi alergi yang mengancam jiwa dan merupakan kondisi darurat medis. Gejala anafilaksis meliputi sesak napas yang parah, penurunan tekanan darah, syok, dan kehilangan kesadaran. Anafilaksis memerlukan perawatan medis segera.
5. Identifikasi Makanan Penyebab Alergi
Setelah mendeteksi gejala alergi, langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi makanan penyebabnya. Ini merupakan proses yang menantang dan membutuhkan kerja sama yang erat antara orang tua dan dokter. Berikut beberapa pendekatan yang dapat digunakan:
-
Mencatat makanan yang dikonsumsi ibu: Ibu perlu mencatat secara detail semua makanan yang dikonsumsinya, termasuk jumlah dan waktu konsumsi. Ini membantu dalam mengidentifikasi pola antara konsumsi makanan tertentu dan munculnya gejala pada bayi.
-
Eliminasi diet: Ibu secara bertahap menghilangkan makanan yang berpotensi menyebabkan alergi dari dietnya, seperti susu sapi, telur, kacang-kacangan, kedelai, dan gandum. Penghapusan harus dilakukan satu per satu untuk mengetahui makanan penyebabnya.
-
Pengenalan kembali makanan secara bertahap: Setelah beberapa waktu tanpa gejala, makanan yang dihilangkan dapat diperkenalkan kembali satu per satu untuk melihat apakah gejala muncul kembali.
-
Tes alergi: Tes alergi pada ibu atau bayi dapat membantu mengidentifikasi penyebab alergi. Tes ini termasuk tes kulit dan tes darah. Tes alergi biasanya dilakukan setelah bayi berusia beberapa bulan.
6. Perawatan dan Pengelolaan Alergi Makanan
Pengelolaan alergi makanan pada bayi yang disusui berfokus pada pencegahan dan pengelolaan gejala. Berikut beberapa pendekatan perawatan yang dapat dilakukan:
-
Eliminasi diet: Jika makanan penyebab alergi teridentifikasi, ibu perlu menghilangkan makanan tersebut dari dietnya secara ketat.
-
Penggunaan formula antialergi: Dalam beberapa kasus, dokter mungkin merekomendasikan penggunaan formula antialergi atau hidrolysat protein susu sapi jika alergi makanan tidak dapat dikelola dengan diet eliminasi.
-
Pengobatan gejala: Gejala seperti ruam kulit dapat dikelola dengan krim hidrokortison atau antihistamin. Gejala pernapasan mungkin memerlukan pengobatan dengan inhaler atau obat-obatan lainnya.
-
Pemantauan: Penting untuk memantau bayi secara ketat untuk melihat perkembangan gejala dan respons terhadap perawatan.
Ingatlah bahwa informasi ini hanya untuk tujuan edukasi dan tidak boleh dianggap sebagai nasihat medis. Jika Anda mencurigai bayi Anda mengalami alergi makanan, segera konsultasikan dengan dokter spesialis anak untuk mendapatkan diagnosis dan rencana perawatan yang tepat. Penanganan dini dan tepat sangat penting untuk mencegah komplikasi yang serius.