Vaksin Bacille Calmette-Guérin (BCG) merupakan vaksin yang diberikan untuk mencegah penyakit tuberkulosis (TBC) yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Meskipun vaksin BCG efektif dalam mengurangi keparahan dan angka kematian akibat TBC, terutama pada anak-anak, kenyataannya masih ada anak yang terinfeksi TBC meskipun sudah mendapatkan imunisasi BCG. Hal ini memunculkan pertanyaan penting: mengapa anak yang sudah diimunisasi BCG masih bisa terkena TBC? Artikel ini akan membahas berbagai faktor yang berkontribusi terhadap kejadian tersebut.
1. Efektivitas BCG yang Tidak Sempurna
Penting untuk dipahami bahwa vaksin BCG bukanlah vaksin yang 100% efektif. Efektivitas vaksin BCG bervariasi tergantung pada beberapa faktor, termasuk:
- Strain bakteri BCG: Berbagai strain BCG digunakan di seluruh dunia, dan beberapa strain terbukti lebih efektif daripada yang lain.
- Cara pemberian vaksin: Teknik pemberian vaksin yang benar sangat penting untuk memastikan efektivitasnya. Pemberian vaksin yang salah dapat mengurangi efektivitasnya.
- Usia saat imunisasi: Efektivitas vaksin BCG cenderung lebih tinggi jika diberikan pada bayi baru lahir atau dalam beberapa minggu pertama kehidupan.
- Status imun anak: Anak dengan sistem imun yang lemah, misalnya anak dengan HIV/AIDS, mungkin memiliki respons imun yang lebih rendah terhadap vaksin BCG, sehingga perlindungan yang diberikan lebih rendah.
- Faktor genetik: Variasi genetik dapat mempengaruhi respons imun terhadap vaksin BCG.
Meskipun vaksin BCG mampu mengurangi risiko terkena TBC, ia tidak memberikan perlindungan penuh. Vaksin BCG terutama efektif dalam mencegah TBC berat seperti meningitis TBC dan TBC milier, tetapi tidak selalu mencegah infeksi M. tuberculosis sama sekali. Setelah divaksinasi, seseorang masih bisa terinfeksi bakteri TBC, namun biasanya infeksi tersebut bersifat laten (tidak aktif) dan tidak menyebabkan penyakit. Hanya sebagian kecil individu yang terinfeksi M. tuberculosis akan mengembangkan penyakit TBC aktif. Ini berarti bahwa meskipun sudah diimunisasi BCG, seseorang masih berisiko mengembangkan penyakit TBC aktif, walaupun risikonya jauh lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang belum diimunisasi.
2. Infeksi TBC Laten Menjadi Aktif
Setelah terinfeksi M. tuberculosis, bakteri dapat tetap berada dalam tubuh dalam keadaan laten (tidak aktif) selama bertahun-tahun tanpa menyebabkan gejala. Kondisi ini dikenal sebagai infeksi TBC laten. Pada sebagian kecil orang, infeksi laten ini dapat menjadi aktif, mengakibatkan penyakit TBC aktif yang membutuhkan pengobatan. Beberapa faktor dapat memicu reaktivasi infeksi laten ini, antara lain:
- Sistem imun yang lemah: Kondisi seperti HIV/AIDS, diabetes, malnutrisi, dan penggunaan obat-obatan imunosupresan dapat melemahkan sistem imun dan meningkatkan risiko reaktivasi infeksi TBC laten.
- Usia lanjut: Orang lanjut usia lebih rentan terhadap reaktivasi infeksi TBC laten karena sistem imun mereka cenderung melemah seiring bertambahnya usia.
- Penyakit kronis: Penyakit kronis lainnya seperti gagal ginjal, kanker, dan penyakit paru-paru kronis dapat meningkatkan risiko reaktivasi.
- Paparan berulang terhadap bakteri TBC: Paparan terus-menerus terhadap bakteri TBC dapat meningkatkan risiko reaktivasi.
- Merokok: Merokok dapat merusak paru-paru dan melemahkan sistem imun, meningkatkan risiko reaktivasi infeksi TBC laten.
- Stres: Stres kronis dapat memengaruhi sistem imun dan meningkatkan risiko reaktivasi infeksi TBC laten.
Penting untuk dicatat bahwa bahkan dengan sistem imun yang sehat, infeksi TBC laten tetap dapat menjadi aktif. Ini berarti bahwa meskipun seorang anak telah diimunisasi BCG dan memiliki sistem imun yang baik, mereka masih memiliki kemungkinan (walaupun kecil) untuk mengembangkan TBC aktif jika terpapar bakteri TBC dalam jumlah yang cukup dan dalam waktu yang lama.
3. Variasi Kekebalan Tubuh dan Respon Terhadap Vaksin
Respon imun terhadap vaksin BCG sangat bervariasi antar individu. Beberapa individu mungkin memiliki respons imun yang lebih kuat, memberikan perlindungan yang lebih baik, sementara yang lain mungkin memiliki respons yang lebih lemah, mengurangi efektivitas vaksin. Faktor genetik dan lingkungan dapat berperan dalam variasi ini. Oleh karena itu, meskipun semua anak mendapatkan vaksin BCG, tingkat perlindungan yang mereka dapatkan dapat berbeda-beda.
4. Tingkat Paparan Bakteri TBC
Tingkat paparan terhadap bakteri M. tuberculosis sangat berpengaruh pada risiko infeksi. Semakin lama dan semakin intens paparan, semakin tinggi risiko infeksi, terlepas dari status imunisasi BCG. Lingkungan yang padat penduduk, sanitasi yang buruk, dan kontak dekat dengan individu yang menderita TBC aktif semuanya meningkatkan risiko paparan. Anak-anak yang tinggal di daerah dengan angka kejadian TBC yang tinggi lebih berisiko terkena TBC, meskipun mereka sudah mendapatkan imunisasi BCG.
5. Diagnosa dan Pengobatan TBC
Diagnosa TBC membutuhkan pemeriksaan medis yang teliti. Tes Mantoux (uji tuberkulin) dan pemeriksaan rontgen dada dapat membantu mendeteksi infeksi TBC. Namun, uji Mantoux mungkin menunjukkan hasil positif baik pada infeksi TBC aktif maupun laten, sehingga memerlukan pemeriksaan tambahan untuk menentukan status infeksi. Pengobatan TBC memerlukan penggunaan obat antituberkulosis selama beberapa bulan, dan kepatuhan dalam pengobatan sangat penting untuk mencegah resistensi obat dan penyebaran penyakit.
6. Pencegahan dan Kontrol TBC
Pencegahan TBC merupakan strategi utama untuk mengurangi angka kejadian penyakit ini. Selain imunisasi BCG, upaya pencegahan lainnya meliputi:
- Deteksi dini dan pengobatan kasus TBC aktif: Penemuan dan pengobatan dini kasus TBC aktif sangat penting untuk mencegah penularan.
- Peningkatan sanitasi dan kondisi hidup: Perbaikan sanitasi dan kondisi hidup dapat mengurangi risiko paparan terhadap bakteri TBC.
- Kampanye edukasi publik: Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang TBC dan cara pencegahannya sangat penting.
- Penggunaan masker pelindung: Dalam situasi tertentu, menggunakan masker pelindung dapat membantu mengurangi risiko penularan.
- Pengobatan pencegahan TBC (chemoprophylaxis): Untuk individu dengan risiko tinggi terkena TBC, pengobatan pencegahan dapat direkomendasikan untuk mencegah perkembangan penyakit.
Kesimpulannya, meskipun imunisasi BCG memberikan perlindungan yang signifikan terhadap TBC, tidak ada jaminan perlindungan mutlak. Anak yang telah divaksinasi BCG masih dapat terkena TBC akibat berbagai faktor, termasuk efektivitas vaksin yang tidak sempurna, reaktivasi infeksi laten, variasi respon imun, dan tingkat paparan yang tinggi terhadap bakteri TBC. Pencegahan dan pengendalian TBC membutuhkan pendekatan multi-sektoral yang komprehensif, termasuk imunisasi, deteksi dini, pengobatan, dan peningkatan kondisi kesehatan masyarakat.