Hukum Ibu Menyusui Tidak Puasa Ramadhan: Pandangan Fiqih dan Kesehatan

Retno Susanti

Ramadan, bulan suci bagi umat Islam, menuntut berbagai ibadah, salah satunya adalah puasa. Namun, terdapat beberapa kelompok yang mendapatkan keringanan atau pengecualian dalam menjalankan ibadah puasa, salah satunya adalah ibu menyusui. Hukum ibu menyusui tidak puasa merupakan isu yang kompleks, membutuhkan pemahaman mendalam dari perspektif fiqih Islam dan aspek kesehatan ibu dan bayi. Artikel ini akan membahas hukum tersebut secara rinci dengan mengkaji berbagai pendapat ulama dan implikasi kesehatan yang terkait.

1. Dalil Fiqih yang Meringankan Ibu Menyusui dari Puasa

Islam menjunjung tinggi prinsip kemudahan dan keadilan. Al-Quran dan Hadis memberikan beberapa dalil yang menunjukkan keringanan bagi kelompok tertentu, termasuk ibu menyusui, dalam menjalankan ibadah puasa. Salah satu dalil yang sering dikutip adalah firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 183: "….dan barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berbuka) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain…." (QS. Al-Baqarah: 183). Ayat ini secara umum memberikan keringanan bagi mereka yang sakit atau dalam perjalanan untuk tidak berpuasa, dan kondisi menyusui bisa dikaji sebagai salah satu bentuk "sakit" atau kondisi yang memerlukan pengecualian.

Pendapat ulama mengenai tafsir "sakit" ini beragam. Beberapa ulama menafsirkan "sakit" secara sempit, hanya mencakup penyakit fisik yang nyata. Namun, banyak ulama lain menafsirkannya secara lebih luas, termasuk kondisi yang dapat membahayakan kesehatan ibu dan bayi, seperti kelemahan fisik yang signifikan akibat menyusui. Hadis Nabi Muhammad SAW juga memberikan petunjuk terkait keringanan bagi ibu menyusui. Meskipun tidak ada hadis yang secara eksplisit menyebutkan pengecualian bagi ibu menyusui, hadis-hadis yang menekankan pentingnya menjaga kesehatan dan kesejahteraan ibu dan anak bisa menjadi landasan untuk memberikan keringanan tersebut. Nabi SAW senantiasa mengajarkan umatnya untuk berlaku adil dan bijaksana dalam menjalankan ibadah.

BACA JUGA:   Menu Diet Busui Sehat & Bergizi Ala dr. Zaidul Akbar

2. Pendapat Ulama Mengenai Hukum Ibu Menyusui yang Tidak Puasa

Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum ibu menyusui yang tidak berpuasa. Mayoritas ulama mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali sepakat bahwa ibu menyusui dibolehkan untuk tidak berpuasa jika khawatir akan membahayakan dirinya atau bayinya. Mereka berpendapat bahwa menjaga kesehatan ibu dan bayi merupakan prioritas utama, mengingat peran penting ASI dalam pertumbuhan dan perkembangan bayi. Keringanan ini diberikan berdasarkan kaidah fiqih darurat takabbur, yaitu keadaan darurat yang membolehkan meninggalkan suatu kewajiban.

Namun, perbedaan pendapat muncul dalam penentuan kriteria "bahaya" yang dimaksud. Beberapa ulama menitikberatkan pada dampak fisik yang nyata, seperti penurunan drastis produksi ASI, kelemahan fisik yang ekstrim, atau penyakit yang memburuk akibat puasa. Ulama lain lebih menekankan pada potensi bahaya yang mungkin terjadi, meskipun belum tampak secara fisik. Dengan demikian, keputusan untuk tidak berpuasa haruslah didasarkan pada pertimbangan yang matang dan bijaksana, dengan mempertimbangkan kondisi kesehatan ibu dan bayi secara komprehensif. Konsultasi dengan dokter dan ulama yang berkompeten sangat dianjurkan.

3. Kriteria dan Pertimbangan Kesehatan Ibu Menyusui yang Membolehkan Tidak Puasa

Keputusan ibu menyusui untuk tidak berpuasa harus berdasarkan pertimbangan kesehatan yang matang. Beberapa faktor kesehatan yang perlu dipertimbangkan meliputi:

  • Produksi ASI: Jika ibu mengalami penurunan produksi ASI yang signifikan akibat puasa, sehingga membahayakan pertumbuhan dan perkembangan bayi, maka diperbolehkan untuk tidak berpuasa.
  • Kondisi Kesehatan Ibu: Jika ibu memiliki riwayat penyakit kronis, seperti diabetes, hipertensi, atau anemia, puasa dapat memperburuk kondisi kesehatannya dan berdampak negatif pada produksi ASI.
  • Usia dan Kesehatan Bayi: Bayi yang masih sangat muda dan membutuhkan ASI eksklusif memiliki risiko lebih tinggi jika ibunya berpuasa.
  • Berat Badan Ibu: Ibu menyusui dengan berat badan kurang ideal berisiko mengalami kekurangan nutrisi dan kelemahan jika berpuasa.
  • Kondisi Iklim: Puasa di daerah dengan iklim panas dan lembap dapat menyebabkan dehidrasi pada ibu menyusui dan mengurangi produksi ASI.
BACA JUGA:   Risiko Konsumsi Mie Instan Mentah Bagi Ibu Menyusui

Konsultasi dengan dokter spesialis kandungan dan gizi sangat penting untuk menilai kondisi kesehatan ibu dan bayi serta menentukan apakah puasa aman dilakukan atau tidak. Dokter dapat memberikan rekomendasi yang sesuai dengan kondisi masing-masing individu.

4. Kewajiban Qadha Puasa bagi Ibu Menyusui

Ibu menyusui yang tidak berpuasa karena alasan kesehatan wajib mengqadha (mengganti) puasanya setelah bulan Ramadan berakhir. Qadha dilakukan dengan berpuasa selama jumlah hari yang ditinggalkan. Kewajiban qadha ini didasarkan pada prinsip ketaatan terhadap ibadah puasa. Namun, jika kondisi kesehatan ibu tetap tidak memungkinkan untuk berpuasa setelah Ramadan, maka dapat dilakukan rujuk kepada ulama yang berkompeten. Ulama bisa memberikan keringanan atau solusi yang sesuai dengan syariat Islam.

5. Nutrisi dan Pola Makan Ibu Menyusui yang Tidak Puasa

Ibu menyusui yang tidak berpuasa perlu memperhatikan asupan nutrisi dan pola makannya agar tetap sehat dan dapat memproduksi ASI yang cukup. Hal ini sangat penting untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan bayi. Beberapa saran nutrisi yang perlu diperhatikan:

  • Konsumsi Cairan yang Cukup: Ibu menyusui membutuhkan asupan cairan yang cukup untuk mencegah dehidrasi dan menjaga produksi ASI.
  • Makanan Bergizi Seimbang: Konsumsi makanan yang kaya protein, karbohidrat kompleks, lemak sehat, vitamin, dan mineral untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ibu dan bayi.
  • Makan Secara Teratur: Hindari melewatkan waktu makan untuk menjaga kadar gula darah tetap stabil dan mencegah kelelahan.
  • Konsultasi Gizi: Konsultasi dengan ahli gizi dapat membantu merencanakan menu makan yang tepat dan seimbang untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ibu menyusui.

Menjaga pola makan yang sehat dan bergizi sangat penting bagi ibu menyusui, baik yang berpuasa maupun tidak berpuasa.

BACA JUGA:   Busui Telat Haid, Testpack Negatif: Penyebab dan Penanganan

6. Pandangan Kontemporer Terhadap Hukum Ibu Menyusui Tidak Puasa

Di era modern ini, pandangan kontemporer menekankan pentingnya menyeimbangkan aspek spiritual dan kesehatan dalam menjalankan ibadah. Ulama kontemporer banyak yang memberikan penafsiran yang lebih fleksibel terhadap hukum fiqih, terutama dalam hal yang berkaitan dengan kesehatan dan keselamatan. Mereka mendorong adanya dialog dan konsultasi antara ibu menyusui, dokter, dan ulama untuk mengambil keputusan yang bijak dan sesuai dengan kondisi masing-masing. Prioritas utama adalah memastikan kesejahteraan ibu dan bayi, tanpa mengabaikan kewajiban keagamaan. Pendekatan yang humanis dan memperhatikan kondisi kontekstual sangat penting dalam menentukan hukum ibu menyusui yang tidak puasa di zaman sekarang. Dengan demikian, keputusan untuk berpuasa atau tidak harus mempertimbangkan aspek medis dan syariat Islam secara bersamaan, sehingga tercipta keseimbangan antara ibadah dan kesehatan.

Also Read

Bagikan:

Tags