Aqiqah, sebagai sunnah yang dianjurkan dalam Islam, menjadi momen penting bagi orang tua dalam menyambut kelahiran sang buah hati. Salah satu pertanyaan krusial yang sering muncul adalah mengenai jenis hewan yang digunakan untuk aqiqah: apakah kambing jantan atau betina diperbolehkan? Artikel ini akan membahas secara detail hukum aqiqah, khususnya mengenai jenis kelamin hewan kurban, berdasarkan dalil-dalil hadits dan pendapat ulama, sehingga memberikan pemahaman yang komprehensif dan menjawab pertanyaan tersebut.
1. Dalil-Dalil Hadits Mengenai Aqiqah
Hadits-hadits Nabi Muhammad SAW tentang aqiqah menjadi rujukan utama dalam menentukan hukum dan tata cara pelaksanaannya. Meskipun tidak secara eksplisit menyebutkan jenis kelamin hewan yang harus digunakan, beberapa hadits memberikan petunjuk yang dapat diinterpretasikan oleh para ulama. Salah satu hadits yang sering dikutip adalah hadits riwayat Imam Ahmad dan Abu Dawud yang berbunyi: "Barangsiapa yang memiliki anak, maka hendaklah ia berkurban atasnya (aqiqah)." Hadits ini menekankan kewajiban aqiqah, namun tidak spesifik mengenai jenis hewannya.
Hadits lainnya yang relevan adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi, Imam An-Nasa’i, dan Ibnu Majah yang menjelaskan tentang aqiqah Nabi SAW untuk cucunya, Hasan dan Husain. Dalam hadits ini disebutkan bahwa Nabi SAW menyembelih dua ekor kambing untuk masing-masing cucunya. Namun, hadits ini juga tidak secara spesifik menyebutkan jenis kelamin kambing tersebut.
Ketidakjelasan hadits-hadits tersebut menjadi landasan perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam menentukan jenis kelamin hewan aqiqah. Meskipun hadits tidak secara spesifik menyebutnya, para ulama menggunakan metode istinbath (penarikan hukum) dari hadits-hadits lain dan kaidah-kaidah fiqih untuk menentukan hukum ini.
2. Pendapat Ulama Mengenai Jenis Kelamin Hewan Aqiqah
Berbagai mazhab dalam Islam memiliki pendapat yang berbeda mengenai jenis kelamin hewan aqiqah yang diperbolehkan. Mayoritas ulama, baik dari mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, maupun Hanbali, berpendapat bahwa kambing jantan lebih utama daripada kambing betina untuk aqiqah. Pendapat ini didasarkan pada beberapa pertimbangan.
Pertama, kambing jantan umumnya lebih besar dan lebih banyak dagingnya dibandingkan kambing betina. Ini berarti dapat memenuhi kebutuhan penyembelihan untuk dibagikan kepada kerabat dan fakir miskin. Kedua, penggunaan kambing jantan lebih sesuai dengan sunnah Nabi SAW dalam kurban Idul Adha, di mana kambing jantan lebih utama. Ketiga, beberapa ulama berpendapat bahwa kambing jantan lebih afdhal (lebih utama) karena simbol kekuatan dan keberkahan.
Namun, beberapa ulama lainnya berpendapat bahwa kambing betina juga diperbolehkan untuk aqiqah, khususnya jika sulit mendapatkan kambing jantan atau jika alasan ekonomi menjadi pertimbangan. Pendapat ini didasarkan pada kaidah fiqih yang menyatakan bahwa kemudahan (rukhshah) diberikan jika kesulitan (masyaqqah) terjadi. Artinya, jika mendapatkan kambing jantan sangat sulit atau mahal, maka menggunakan kambing betina sebagai penggantinya diperbolehkan.
3. Pertimbangan Praktis dalam Memilih Hewan Aqiqah
Selain aspek hukum, ada beberapa pertimbangan praktis yang perlu diperhatikan dalam memilih hewan aqiqah. Pertama, usia dan kesehatan hewan. Hewan yang dipilih harus sehat, tidak cacat, dan telah mencapai usia yang sesuai untuk disembelih. Kedua, berat badan hewan. Sebaiknya dipilih hewan yang cukup besar untuk mendapatkan daging yang memadai untuk dibagikan. Ketiga, ketersediaan hewan di pasaran. Pilihlah hewan yang mudah didapatkan dan dengan harga yang terjangkau.
Mempertimbangkan aspek praktis ini sangat penting, khususnya bagi mereka yang tinggal di daerah yang sulit mendapatkan kambing jantan atau memiliki keterbatasan ekonomi. Memilih hewan yang memenuhi syarat syariat dan juga mempertimbangkan kondisi ekonomi keluarga merupakan hal yang bijaksana.
4. Menjawab Pertanyaan: Kambing Jantan atau Betina?
Berdasarkan uraian di atas, jawaban atas pertanyaan "aqiqah harus kambing jantan atau betina?" adalah: Kambing jantan lebih utama (afdhal), namun kambing betina diperbolehkan jika terdapat uzur (alasan yang membenarkan). Uzur tersebut dapat berupa kesulitan mendapatkan kambing jantan, keterbatasan ekonomi, atau alasan-alasan lain yang dibenarkan secara syariat.
Penting untuk memahami bahwa aqiqah merupakan bentuk ibadah dan syukur kepada Allah SWT. Oleh karena itu, niat dan keikhlasan dalam melaksanakan aqiqah jauh lebih penting daripada jenis kelamin hewan yang digunakan. Yang terpenting adalah memenuhi syarat-syarat sahnya aqiqah sesuai dengan ketentuan syariat Islam.
5. Jumlah Kambing untuk Aqiqah
Selain jenis kelamin, jumlah kambing untuk aqiqah juga menjadi pertanyaan penting. Secara umum, jumlah kambing untuk aqiqah adalah dua ekor untuk bayi laki-laki dan satu ekor untuk bayi perempuan. Hal ini berdasarkan hadits yang menyebutkan Nabi SAW menyembelih dua ekor kambing untuk Hasan dan Husain. Namun, sebagian ulama juga berpendapat bahwa satu ekor kambing cukup untuk bayi laki-laki maupun perempuan, khususnya jika terdapat kendala ekonomi.
Perlu diingat bahwa jumlah kambing tersebut merupakan anjuran (sunnah). Jika seseorang tidak mampu menyembelih dua ekor kambing untuk bayi laki-laki, maka menyembelih satu ekor kambing tetap sah dan bernilai ibadah. Keikhlasan dan kemampuan ekonomi harus menjadi pertimbangan utama dalam menentukan jumlah kambing untuk aqiqah.
6. Tata Cara Pelaksanaan Aqiqah yang Benar
Setelah menentukan jenis dan jumlah kambing, langkah selanjutnya adalah melaksanakan aqiqah dengan tata cara yang benar. Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan adalah:
- Niat: Sebelum menyembelih kambing, bacalah niat aqiqah dengan tulus ikhlas karena Allah SWT.
- Penyembelihan: Kambing disembelih oleh orang yang memenuhi syarat, yaitu muslim, berakal sehat, dan bukan orang yang terlarang menyembelih (seperti orang kafir).
- Pembagian Daging: Daging aqiqah dibagikan kepada kerabat, tetangga, fakir miskin, dan orang-orang yang membutuhkan. Sebagian daging juga dapat dinikmati oleh keluarga yang mengadakan aqiqah.
- Doa: Bacalah doa setelah penyembelihan dan saat membagikan daging aqiqah.
Dengan memperhatikan semua aspek di atas, semoga pelaksanaan aqiqah dapat berjalan dengan lancar dan diterima oleh Allah SWT. Yang terpenting adalah niat yang tulus, keikhlasan, dan kepatuhan pada syariat Islam. Konsultasi dengan ulama atau tokoh agama yang terpercaya dapat membantu dalam mengatasi keraguan dan memastikan pelaksanaan aqiqah sesuai dengan tuntunan agama.