Aqiqah: Tradisi Syukur dalam Menyambut Kelahiran

Sri Wulandari

Aqiqah merupakan salah satu tradisi yang kaya akan nilai dan makna dalam Islam. Tradisi ini tidak hanya sekedar ritual, tetapi juga memiliki kedalaman spiritual dan sosial yang mendalam. Artikel ini akan mengupas tuntas tentang aqiqah, mulai dari sejarahnya, hukum dan tata cara pelaksanaannya, hingga manfaat dan hikmah yang terkandung di dalamnya.

Sejarah Aqiqah dalam Islam

Aqiqah telah lama menjadi bagian dari tradisi Islam. Praktik ini berasal dari sunnah Nabi Muhammad SAW yang melaksanakan aqiqah untuk cucu-cucunya, Hasan dan Husain[^18^]. Aqiqah dilakukan sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT atas kelahiran seorang bayi. Tradisi ini juga memiliki akar sejarah yang mendalam, yang berkaitan dengan kurban yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS[^23^].

Hukum Aqiqah dalam Syariat Islam

Dalam Islam, hukum aqiqah dibedakan menjadi dua, yaitu sunnah muakkadah dan wajib, tergantung pada pendapat ulama. Mayoritas ulama berpendapat bahwa aqiqah adalah sunnah muakkadah, yang berarti sangat dianjurkan bagi mereka yang mampu. Sedangkan sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa aqiqah adalah wajib berdasarkan hadits yang menyatakan bahwa setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya.

Manfaat dan Keutamaan Aqiqah

Aqiqah memiliki banyak manfaat dan keutamaan, baik secara spiritual maupun sosial. Salah satu manfaat utama adalah sebagai bentuk syukur kepada Allah SWT atas kelahiran bayi[^11^]. Selain itu, aqiqah juga berfungsi sebagai sarana untuk membagikan kebahagiaan dengan orang lain, terutama dengan memberikan sebagian daging kepada mereka yang membutuhkan[^11^].

Tata Cara Pelaksanaan Aqiqah

Tata cara pelaksanaan aqiqah sesuai dengan sunnah Nabi Muhammad SAW meliputi penyembelihan hewan, biasanya kambing atau domba, pada hari ketujuh, keempat belas, atau kedua puluh satu setelah kelahiran bayi. Daging dari hewan aqiqah kemudian dibagikan kepada kerabat, tetangga, dan terutama kepada fakir miskin.

BACA JUGA:   Apakah Ibu Menyusui Bisa Menikmati Secangkir Kopi?

Waktu yang Tepat untuk Aqiqah

Waktu yang paling utama untuk melaksanakan aqiqah adalah pada hari ketujuh setelah kelahiran bayi[^20^]. Namun, jika tidak memungkinkan, aqiqah dapat dilakukan pada hari keempat belas atau kedua puluh satu[^20^]. Jika karena alasan tertentu aqiqah tidak dapat dilaksanakan pada waktu tersebut, maka dapat dilakukan kapan saja sebelum anak mencapai usia baligh[^19^].

Aqiqah dalam Budaya Islam

Aqiqah tidak hanya merupakan tradisi agama tetapi juga memiliki peran penting dalam budaya Islam. Tradisi ini menandai kelahiran seorang anak dan melibatkan pengorbanan hewan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas anugerah kehidupan baru[^16^]. Aqiqah juga berfungsi sebagai tanda ikatan sosial dalam masyarakat dan sebagai upaya membiasakan anak dengan nilai-nilai keagamaan sejak dini[^18^].

Dengan demikian, aqiqah adalah tradisi yang kaya akan nilai dan makna, yang tidak hanya mengungkapkan rasa syukur atas kelahiran seorang anak, tetapi juga memperkuat tali persaudaraan dan kepedulian sosial dalam masyarakat. Tradisi ini terus dilestarikan dan dijalankan oleh umat Islam di seluruh dunia sebagai bagian dari ekspresi iman dan budaya mereka.

Also Read

Bagikan: