Aqiqah: Syariat, Hikmah, dan Tata Cara Pelaksanaan dalam Islam

Ibu Nani

Aqiqah, sebuah sunnah yang dianjurkan dalam agama Islam, memiliki kedudukan penting dalam kehidupan seorang muslim. Lebih dari sekadar ritual, aqiqah menyimpan makna dan hikmah yang mendalam, menghubungkan kita dengan ajaran Islam yang komprehensif. Keberadaan aqiqah sebagai syariat dalam Islam bersumber dari Al-Qur’an, hadits, dan praktik para sahabat Rasulullah SAW, membuatnya menjadi amalan yang dianjurkan dan memiliki konsekuensi pahala bagi pelakunya. Artikel ini akan membahas secara detail mengenai syariat aqiqah dalam Islam, termasuk hikmahnya, tata cara pelaksanaannya, dan beberapa pandangan terkait perbedaan pendapat.

Aqiqah dalam Al-Qur’an dan Hadits: Landasan Hukum yang Kuat

Meskipun tidak ada ayat Al-Qur’an yang secara eksplisit menyebutkan perintah aqiqah, hadits-hadits Nabi Muhammad SAW secara tegas menganjurkan bahkan menyebutnya sebagai sunnah yang dianjurkan. Hadits-hadits tersebut menjadi landasan kuat bagi hukum aqiqah dalam Islam. Beberapa hadits yang menjadi rujukan utama antara lain:

  • Hadits dari Ibnu Umar RA: Dia meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya, yang disembelih untuknya pada hari ketujuh, dicukur rambutnya, dan diberi nama.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan An-Nasai). Hadits ini menegaskan tiga hal utama dalam aqiqah: penyembelihan hewan, mencukur rambut bayi, dan pemberian nama.

  • Hadits dari Abu Hurairah RA: Rasulullah SAW bersabda, “Anak itu tergadaikan dengan aqiqahnya, disembelih untuknya pada hari ketujuh, dan diberi nama, dan dicukur rambut kepalanya.” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah). Hadits ini serupa dengan hadits sebelumnya, memperkuat pentingnya aqiqah sebagai bentuk pengorbanan dan syukur atas kelahiran anak.

Hadits-hadits di atas, meskipun redaksi sebagian berbeda, memiliki inti pesan yang sama, yaitu pentingnya melaksanakan aqiqah untuk anak yang baru lahir. Para ulama sepakat bahwa aqiqah merupakan sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan), bahkan sebagian ulama menganggapnya sebagai sunnah yang hampir wajib (fardhu kifayah) jika dilihat dari keutamaan dan manfaatnya. Ketidakmampuan untuk melaksanakannya karena kemiskinan tidak menjadi penghalang untuk mendapatkan pahala yang lainnya.

BACA JUGA:   Es Kelapa Muda untuk Busui: Segar dan Aman

Hikmah dan Tujuan Aqiqah: Lebih dari Sekadar Ritual

Aqiqah bukanlah sekadar ritual semata, tetapi memiliki hikmah dan tujuan yang mendalam. Beberapa hikmah tersebut antara lain:

  • Syukur kepada Allah SWT: Aqiqah merupakan ungkapan syukur yang tulus kepada Allah SWT atas karunia berupa kelahiran anak yang sehat dan sempurna. Ini sejalan dengan ajaran Islam yang selalu menekankan pentingnya bersyukur atas nikmat yang diberikan.

  • Doa dan harapan agar anak tumbuh sehat dan saleh: Dengan melaksanakan aqiqah, orang tua memohon kepada Allah SWT agar anak mereka diberikan kesehatan, keberkahan, kehidupan yang baik, dan tumbuh menjadi pribadi yang saleh dan bertakwa.

  • Menebar manfaat bagi sesama: Daging aqiqah dibagikan kepada kerabat, tetangga, dan orang-orang yang membutuhkan. Hal ini menumbuhkan rasa kebersamaan dan kepedulian sosial, sekaligus mengajarkan nilai berbagi dan kepedulian kepada sesama.

  • Menandai identitas seorang muslim: Aqiqah menjadi salah satu tanda identitas seorang muslim yang menjalankan ajaran agamanya dengan baik dan khusyuk.

  • Membersihkan diri dari najis: Dalam beberapa riwayat, dijelaskan bahwa aqiqah memiliki tujuan untuk membersihkan bayi dari najis (kotoran) lahir dan menghindari pengaruh buruk dari jin.

Tata Cara Pelaksanaan Aqiqah: Waktu, Hewan Kurban, dan Pembagian Daging

Pelaksanaan aqiqah memiliki tata cara yang dianjurkan agar lebih bermakna dan sesuai dengan tuntunan agama. Beberapa hal yang perlu diperhatikan:

  • Waktu Pelaksanaan: Waktu terbaik untuk melaksanakan aqiqah adalah pada hari ketujuh setelah kelahiran bayi. Jika terlambat, aqiqah tetap boleh dilakukan kapan saja, namun dianjurkan secepat mungkin.

  • Jenis Hewan Kurban: Hewan yang disembelih untuk aqiqah adalah kambing atau domba. Untuk anak laki-laki, disembelih dua ekor kambing atau domba, sedangkan untuk anak perempuan satu ekor. Jika orang tua mampu, mereka bisa menyembelih lebih dari yang disyariatkan.

  • Pembagian Daging Aqiqah: Daging aqiqah dibagikan kepada kerabat, tetangga, dan orang-orang yang membutuhkan, termasuk fakir miskin dan anak yatim. Pembagian daging aqiqah ini merupakan salah satu wujud syiar Islam dan kepedulian sosial.

  • Proses Penyembelihan: Penyembelihan hewan aqiqah harus sesuai dengan syariat Islam, yaitu dengan menyebut nama Allah SWT dan membaca takbir. Hewan harus sehat dan tidak cacat.

  • Memberi Nama dan Mencukur Rambut: Setelah penyembelihan, bayi diberi nama yang baik dan rambutnya dicukur. Rambut tersebut bisa ditimbang dan disedekahkan sebagai bentuk amal jariyah.

BACA JUGA:   Syarat-Syarat Aqiqah Anak Perempuan dalam Islam: Panduan Lengkap

Perbedaan Pendapat Ulama Mengenai Aqiqah: Mengenali Berbagai Perspektif

Meskipun mayoritas ulama sepakat tentang hukum dan keutamaan aqiqah, beberapa perbedaan pendapat tetap ada. Perbedaan tersebut umumnya terkait dengan:

  • Waktu pelaksanaan: Meskipun waktu ideal adalah hari ketujuh, beberapa ulama memperbolehkan aqiqah dilakukan hingga usia anak tertentu, misalnya usia 14 tahun.

  • Jumlah hewan kurban: Meskipun yang disyariatkan adalah dua ekor kambing/domba untuk anak laki-laki dan satu ekor untuk anak perempuan, kemampuan ekonomi orang tua juga menjadi pertimbangan. Jika hanya mampu satu ekor untuk anak laki-laki, maka satu ekor tersebut tetap sah.

  • Pembagian daging: Tidak ada aturan baku mengenai persentase pembagian daging aqiqah, namun dianjurkan untuk memprioritaskan kerabat dekat, tetangga, dan orang miskin.

Perbedaan pendapat ini menunjukkan kekayaan fiqih Islam yang mendorong setiap individu untuk mencari solusi terbaik sesuai dengan kondisi dan kemampuan masing-masing. Yang terpenting adalah niat yang ikhlas dan upaya untuk melaksanakan aqiqah sesuai dengan kemampuan.

Aqiqah dan Aspek Sosial Kemasyarakatan: Membangun Silaturahmi dan Kebaikan

Aqiqah memiliki peran penting dalam membangun silaturahmi dan hubungan sosial kemasyarakatan. Dengan mengundang kerabat, tetangga, dan masyarakat sekitar untuk menghadiri acara aqiqah, orang tua menciptakan kesempatan untuk mempererat tali persaudaraan dan memperkenalkan anggota keluarga baru kepada lingkungan sekitar. Pembagian daging aqiqah kepada yang membutuhkan juga menumbuhkan rasa empati dan kepedulian terhadap sesama, sekaligus memperkokoh rasa persatuan di dalam masyarakat. Oleh karena itu, aqiqah tidak hanya berdampak positif bagi keluarga yang melaksanakannya, tetapi juga bagi lingkungan sekitar.

Aqiqah sebagai Amal Jariyah: Pahala Berkelanjutan untuk Orang Tua

Salah satu keutamaan aqiqah yang paling menarik adalah statusnya sebagai amal jariyah. Amal jariyah merupakan amal kebaikan yang pahalanya terus mengalir meskipun pelakunya telah meninggal dunia. Dengan melaksanakan aqiqah, orang tua berharap mendapatkan pahala yang terus mengalir hingga anak mereka dewasa, bahkan setelah mereka meninggal dunia. Hal ini mendorong orang tua untuk lebih bersemangat dalam melaksanakan aqiqah sebagai bentuk investasi pahala akhirat yang berkelanjutan. Sedekah daging aqiqah kepada kaum dhuafa juga merupakan bentuk amal jariyah yang sangat dianjurkan dalam Islam.

Also Read

Bagikan:

Tags