Aqiqah merupakan sunnah yang dianjurkan dalam Islam bagi setiap orang tua yang dikaruniai seorang anak. Tindakan menyembelih hewan sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT ini memiliki keutamaan yang besar, baik secara spiritual maupun sosial. Namun, terdapat beberapa perbedaan terkait pelaksanaan aqiqah antara anak laki-laki dan perempuan, yang perlu dipahami dengan baik agar pelaksanaan ibadah ini sesuai dengan tuntunan syariat. Perbedaan tersebut bukan berarti mengurangi kewajiban aqiqah itu sendiri, melainkan lebih kepada detail pelaksanaan yang dianjurkan. Informasi ini disusun berdasarkan berbagai sumber rujukan agama dan fatwa para ulama.
Hukum Aqiqah dan Dalilnya
Hukum aqiqah adalah sunnah muakkadah, artinya sunnah yang sangat dianjurkan untuk dilakukan. Bukanlah suatu kewajiban yang jika ditinggalkan akan mendapatkan dosa besar, namun sangat dianjurkan untuk melaksanakannya karena memiliki banyak keutamaan. Dalil mengenai aqiqah dapat ditemukan dalam beberapa hadits Nabi Muhammad SAW, di antaranya hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ibnu Majah:
Dari Ummul Mukminin Aisyah RA, ia berkata: "Rasulullah SAW bersabda: ‘Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya, disembelih untuknya pada hari ketujuh, dicukur rambutnya dan diberi nama.’" (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
Hadits ini menunjukkan anjuran untuk melakukan aqiqah pada hari ketujuh kelahiran. Namun, jika terlambat, aqiqah tetap dianjurkan dilakukan kapan pun, karena tidak ada batasan waktu spesifik selain dianjurkan di hari ketujuh. Keutamaan aqiqah sendiri mencakup sebagai bentuk rasa syukur atas kelahiran anak yang sehat, sebagai penebus janji (gadaian) anak kepada Allah SWT dan sebagai bentuk pembersihan diri dari dosa.
Jumlah Hewan Qurban dan Jenisnya
Perbedaan menonjol antara aqiqah anak laki-laki dan perempuan terletak pada jumlah hewan yang disembelih. Untuk anak laki-laki, dianjurkan menyembelih dua ekor kambing, sedangkan untuk anak perempuan satu ekor kambing. Hal ini didasarkan pada beberapa hadits dan pendapat para ulama. Namun, jika orang tua mampu, mereka dianjurkan untuk menyembelih lebih dari jumlah tersebut. Tidak ada batasan maksimal, semakin banyak hewan yang disembelih tentu lebih utama, karena semakin besar rasa syukur yang ditunjukkan.
Jenis hewan yang digunakan untuk aqiqah umumnya kambing atau domba. Namun, jika orang tua mampu, mereka bisa juga menggunakan hewan qurban lainnya seperti sapi atau unta, dengan catatan pembagian dagingnya dibagi sesuai aturan syariat. Pemilihan hewan yang sehat dan sesuai syariat adalah hal yang penting untuk diperhatikan. Hewan tersebut harus bebas dari cacat yang membatalkan ibadah qurban, seperti pincang, buta, kurus kering, dan sebagainya.
Waktu Pelaksanaan Aqiqah
Meskipun dianjurkan pada hari ketujuh kelahiran, aqiqah bisa dilakukan setelah hari ketujuh. Tidak ada batasan waktu tertentu untuk pelaksanaan aqiqah. Jika terlambat, aqiqah tetap sah dan dianjurkan untuk segera dilakukan. Sebagian ulama berpendapat, aqiqah boleh dilakukan kapan saja setelah anak lahir, bahkan setelah dewasa sekalipun. Hal ini memberikan kelonggaran bagi orang tua yang mungkin memiliki kendala waktu atau finansial pada hari ketujuh.
Prioritas utama tetaplah niat dan kesungguhan dalam melaksanakan aqiqah. Lebih baik melaksanakannya meskipun terlambat daripada tidak melaksanakannya sama sekali. Waktu yang paling baik tentu saja di hari ketujuh kelahiran, tetapi jika ada kendala, segera laksanakan setelahnya dengan niat yang ikhlas. Hal ini juga berlaku baik untuk anak laki-laki maupun perempuan.
Tata Cara Pelaksanaan Aqiqah
Tata cara pelaksanaan aqiqah pada dasarnya sama untuk anak laki-laki dan perempuan. Hewan yang telah disembelih harus disembelih sesuai dengan syariat Islam. Proses penyembelihan harus dilakukan oleh orang yang berkompeten dan memenuhi syarat. Setelah disembelih, dagingnya dibagikan kepada keluarga, kerabat, tetangga, dan fakir miskin. Pembagian daging aqiqah ini merupakan bagian penting dari ibadah ini, mencerminkan rasa kepedulian sosial dan berbagi kebahagiaan.
Selain penyembelihan, ada juga sunnah-sunnah lain yang dianjurkan, seperti mencukur rambut anak dan menimbangnya dengan perak atau emas yang seberat rambutnya (sedekahkan nilainya). Hal ini juga berlaku bagi anak laki-laki dan perempuan. Nama juga diberikan kepada anak pada saat aqiqah. Semua proses ini merupakan bagian integral dari aqiqah dan menjadi bagian dari syukur orang tua atas karunia anak.
Niat dan Keikhlasan dalam Aqiqah
Aspek terpenting dalam pelaksanaan aqiqah adalah niat dan keikhlasan. Aqiqah dilakukan semata-mata karena Allah SWT sebagai bentuk rasa syukur dan ibadah. Keikhlasan dalam berniat sangat penting, karena tanpa keikhlasan ibadah tidak akan diterima di sisi Allah SWT. Meskipun terdapat perbedaan jumlah hewan antara aqiqah anak laki-laki dan perempuan, niat dan keikhlasan tetaplah yang paling penting.
Orang tua hendaknya menanamkan niat yang baik dan tulus ketika melaksanakan aqiqah, sehingga ibadah ini menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Aqiqah yang dilakukan dengan ikhlas dan penuh kesungguhan akan mendapatkan pahala yang besar dari Allah SWT, selain mendapatkan keberkahan bagi keluarga dan anak.
Hikmah dan Keutamaan Aqiqah
Aqiqah memiliki banyak hikmah dan keutamaan, di antaranya sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT atas kelahiran anak, sebagai bentuk penebusan janji (gadaian) anak, menambah kedekatan keluarga, dan mempererat tali silaturahmi. Selain itu, aqiqah juga memiliki nilai sosial yang tinggi, karena daging aqiqah dibagikan kepada fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan. Hal ini mencerminkan rasa kepedulian dan berbagi sesama.
Pelaksanaan aqiqah yang baik dan benar akan memberikan dampak positif bagi keluarga dan lingkungan sekitarnya. Aqiqah juga menjadi momentum untuk mempererat tali silaturahmi antara keluarga dan kerabat. Dengan demikian, aqiqah tidak hanya merupakan ibadah ritual, tetapi juga memiliki nilai sosial dan kemanusiaan yang tinggi. Baik untuk anak laki-laki maupun perempuan, aqiqah membawa keberkahan yang sama besarnya.