Aqiqah Anak Perempuan: Batasan Usia dan Hukumnya

Ibu Nani

Aqiqah merupakan sunnah muakkadah bagi umat Islam yang memiliki bayi baru lahir. Hukumnya sendiri adalah sunnah yang sangat dianjurkan, sehingga sangat disayangkan jika ditinggalkan. Namun, seringkali muncul pertanyaan seputar waktu pelaksanaan aqiqah, khususnya terkait batasan usia, terutama untuk anak perempuan. Banyak pendapat dan pemahaman yang beragam beredar di masyarakat. Artikel ini akan membahas secara detail tentang aqiqah anak perempuan, termasuk batasan usia yang diperbolehkan dan hukumnya berdasarkan berbagai sumber rujukan Islam.

1. Hukum Aqiqah dan Anjuran Pelaksanaannya

Aqiqah merupakan ibadah yang dianjurkan (sunnah muakkadah) bagi umat Islam, baik untuk anak laki-laki maupun perempuan. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya, yang disembelih untuknya pada hari ketujuh, diberi nama, dan dicukur rambutnya.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, dan an-Nasa’i). Hadits ini menunjukkan pentingnya aqiqah dan dianjurkan untuk melakukannya pada hari ketujuh kelahiran. Namun, waktu pelaksanaan aqiqah bukanlah sesuatu yang mutlak harus pada hari ketujuh. Yang terpenting adalah niat untuk menunaikan ibadah ini.

Beberapa hadits lain juga menekankan keutamaan aqiqah. Selain sebagai bentuk syukur atas kelahiran anak, aqiqah juga dikaitkan dengan keberkahan dan perlindungan bagi anak tersebut. Dari segi fiqih, aqiqah dihukumi sunnah muakkadah, yang artinya sunnah yang sangat dianjurkan untuk dikerjakan. Meninggalkan aqiqah tidak sampai pada hukum haram, namun tetap sangat dianjurkan untuk segera dikerjakan agar mendapatkan pahala dan keberkahan dari Allah SWT.

2. Waktu Pelaksanaan Aqiqah: Hari Ketujuh dan Setelahnya

Meskipun hadits menganjurkan aqiqah dilakukan pada hari ketujuh kelahiran, namun jika hal tersebut tidak memungkinkan karena satu dan lain hal, maka aqiqah tetap bisa dilakukan setelahnya. Tidak ada batasan usia maksimal yang secara tegas disebutkan dalam Al-Qur’an dan hadits untuk pelaksanaan aqiqah. Para ulama berbeda pendapat tentang hal ini, namun mayoritas sepakat bahwa aqiqah bisa dilakukan kapan saja setelah kelahiran, bahkan hingga anak tersebut sudah dewasa.

BACA JUGA:   Apakah Ibu Menyusui Boleh Minum Air Es? Kebenaran di Balik Mitos

Pendapat yang membolehkan aqiqah dilakukan setelah hari ketujuh didasarkan pada prinsip kemudahan dalam beribadah (rukhshah). Islam mengajarkan untuk selalu mencari kemudahan dalam menjalankan syariat-Nya. Jika ada kendala atau alasan yang menghalangi pelaksanaan aqiqah pada hari ketujuh, maka diperbolehkan untuk menundanya. Namun, tentu saja semakin cepat aqiqah dikerjakan, akan semakin baik.

3. Perbedaan Pendapat Ulama Mengenai Batasan Usia Aqiqah

Perbedaan pendapat ulama mengenai batasan usia aqiqah lebih banyak berkisar pada aspek hukum dan keutamaan, bukan pada kebolehannya. Tidak ada ulama yang secara tegas mengharamkan aqiqah setelah usia tertentu. Perbedaan pendapat lebih terfokus pada keutamaan melaksanakannya pada usia dini, terutama pada hari ketujuh.

Beberapa ulama cenderung menganjurkan aqiqah dilakukan sebelum anak baligh (dewasa), karena diyakini akan lebih mendapatkan keberkahan dan kemudahan. Namun, pendapat ini tidak mutlak dan tidak mengurangi kewajiban atau anjuran untuk tetap melaksanakan aqiqah meskipun anak sudah baligh. Alasannya, karena aqiqah merupakan ibadah yang sifatnya sunnah muakkadah, bukan fardhu ‘ain.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penundaan Aqiqah

Banyak faktor yang dapat menyebabkan penundaan pelaksanaan aqiqah. Faktor ekonomi merupakan salah satu faktor yang paling sering menjadi penyebab penundaan. Biaya untuk membeli hewan aqiqah, mengolahnya, dan menjamu tamu bisa menjadi beban yang cukup berat bagi sebagian orang.

Selain faktor ekonomi, faktor kesehatan ibu dan bayi juga dapat menjadi pertimbangan untuk menunda aqiqah. Jika kondisi ibu dan bayi masih belum memungkinkan untuk melaksanakan aqiqah, maka penundaan dapat dilakukan hingga kondisi mereka membaik. Faktor lain seperti bencana alam, keadaan darurat, atau kondisi keluarga yang kurang memungkinkan juga dapat menjadi alasan penundaan. Yang terpenting adalah niat untuk tetap melaksanakan aqiqah, meskipun dengan keterbatasan.

BACA JUGA:   Cemilan Pendukung ASI untuk Pertumbuhan Bayi yang Optimal

5. Tata Cara Aqiqah Anak Perempuan dan Hewan yang Disembelih

Aqiqah untuk anak perempuan adalah menyembelih kambing satu ekor. Hal ini berbeda dengan aqiqah anak laki-laki yang dianjurkan untuk menyembelih kambing dua ekor. Tata cara aqiqah sendiri pada dasarnya sama, baik untuk anak laki-laki maupun perempuan, yaitu dengan menyembelih hewan aqiqah yang sesuai syariat, kemudian dagingnya dibagikan kepada fakir miskin, kerabat, dan tetangga.

Hewan aqiqah yang disunnahkan adalah kambing. Namun, jika kesulitan mendapatkan kambing, maka bisa diganti dengan hewan lain yang halal dan sesuai dengan syariat Islam, seperti domba atau unta. Yang penting adalah niat untuk melaksanakan aqiqah dengan tulus ikhlas karena Allah SWT. Proses penyembelihan hewan aqiqah juga harus dilakukan sesuai dengan syariat Islam, yaitu dengan menyebut nama Allah SWT dan membaca takbir.

6. Kesimpulan (Diganti dengan Penjelasan Tambahan)

Meskipun tidak ada batasan usia maksimal yang tegas dalam syariat Islam untuk melaksanakan aqiqah, tetap dianjurkan untuk segera melakukannya. Semakin cepat aqiqah dilakukan, semakin baik, namun jika ada halangan, aqiqah tetap bisa dilakukan kapan saja. Penting untuk diingat bahwa niat yang ikhlas dan kesungguhan dalam melaksanakan aqiqah jauh lebih penting daripada terpaku pada waktu pelaksanaannya. Aqiqah merupakan ibadah yang sarat dengan nilai syukur dan kebaikan, yang akan memberikan berkah bagi anak dan keluarganya. Berkonsultasilah dengan ulama atau tokoh agama yang terpercaya jika memiliki pertanyaan lebih lanjut terkait pelaksanaan aqiqah. Semoga penjelasan di atas dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang aqiqah anak perempuan dan batasan usianya. Tetaplah berpegang teguh pada ajaran Islam yang rahmat dan penuh kemudahan.

Also Read

Bagikan:

Tags