Aqiqah merupakan sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan) dalam Islam yang dilakukan untuk mensyukuri kelahiran anak. Bagi umat Islam, khususnya Nahdlatul Ulama (NU), pelaksanaan aqiqah memiliki tata cara dan pemahaman tersendiri yang bersumber pada Al-Qur’an, As-Sunnah, dan ijtihad ulama. Artikel ini akan membahas secara detail niat aqiqah anak perempuan menurut pandangan NU, meliputi berbagai aspek penting yang perlu diperhatikan.
Hukum Aqiqah dan Dalilnya dalam Perspektif NU
NU, sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, menganut paham Ahlussunnah wal Jamaah, yang menekankan pada keseimbangan antara Al-Qur’an, As-Sunnah, dan ijtihad para ulama. Hukum aqiqah dalam pandangan NU adalah sunnah muakkadah, artinya sangat dianjurkan untuk dilaksanakan. Hal ini didasarkan pada beberapa dalil, antara lain:
-
Hadits Nabi SAW: Banyak hadits yang menjelaskan tentang aqiqah, misalnya hadits riwayat Ahmad dan Ibnu Majah yang menyebutkan bahwa Nabi SAW bersabda, "Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya, disembelih untuknya pada hari ketujuh, dan diberi nama serta dicukur rambutnya." (HR. Ahmad dan Ibnu Majah). Hadits ini menunjukkan anjuran kuat untuk melaksanakan aqiqah. NU menekankan pentingnya memahami hadits-hadits terkait aqiqah dalam konteksnya, dengan mempertimbangkan riwayat dan sanadnya.
-
Al-Qur’an: Meskipun tidak ada ayat Al-Qur’an yang secara eksplisit menyebutkan aqiqah, NU merujuk pada ayat-ayat yang menekankan pentingnya syukur kepada Allah SWT atas nikmat yang diberikan, termasuk kelahiran anak. Syukur ini dapat diwujudkan melalui berbagai bentuk ibadah, termasuk aqiqah. Interpretasi ayat-ayat tersebut dalam konteks aqiqah selaras dengan pemahaman hadits dan ijtihad ulama.
-
Ijtihad Ulama NU: NU memiliki para ulama yang ahli dalam bidang fiqh dan ushul fiqh. Mereka melakukan ijtihad (penggunaan akal dalam memahami hukum Islam) untuk menentukan hukum aqiqah dan tata caranya, dengan merujuk pada Al-Qur’an, As-Sunnah, dan ijma’ (kesepakatan ulama). Fatwa-fatwa dan kitab-kitab fikih NU menjadi rujukan penting dalam memahami hukum aqiqah dalam perspektif NU.
Niat Aqiqah Anak Perempuan: Lafal dan Maknanya
Niat merupakan bagian penting dalam ibadah, termasuk aqiqah. Niat aqiqah anak perempuan menurut pandangan NU tidak berbeda secara substansial dengan niat aqiqah anak laki-laki. Yang membedakan hanyalah jumlah hewan yang disembelih. Berikut contoh lafal niat aqiqah anak perempuan:
Arab:
نَوَيْتُ أَنْ أُضَحِّيَ هَذِهِ الشَّاةِ عَنْ بِنْتِي (اسم البنت) عَقِيقَةً، سُنَّةً مُتَابِعَةً لِسُنَّةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، لِلهِ تَعَالَى
Latin:
Nawaitu an uḍḥḥiya hāzihis syāta an binti (nama anak perempuan)
aqīqatan, sunnatan mutaabiatan lisunnati rasulillahi ṣallallāhu
alayhi wa sallama, lillāhi ta`ālā.
Artinya:
"Saya niat menyembelih kambing betina ini untuk aqiqah anak perempuanku (sebut nama anak), sebagai sunnah mengikuti sunnah Rasulullah SAW, karena Allah SWT."
Jumlah Hewan Qurban untuk Aqiqah Anak Perempuan
Dalam pandangan NU, jumlah hewan yang disembelih untuk aqiqah anak perempuan adalah satu ekor kambing betina. Hal ini berbeda dengan aqiqah anak laki-laki yang dianjurkan dua ekor kambing. Perbedaan ini didasarkan pada hadits yang menjelaskan jumlah hewan aqiqah untuk masing-masing jenis kelamin. Namun, jika orang tua mampu, mereka boleh menyembelih dua ekor kambing untuk aqiqah anak perempuan, sebagai bentuk ibadah yang lebih sempurna. Kemampuan ekonomi menjadi pertimbangan penting dalam menentukan jumlah hewan yang akan disembelih. Tidak ada paksaan untuk melaksanakan aqiqah dengan hewan yang lebih banyak jika secara ekonomi tidak memungkinkan.
Waktu Pelaksanaan Aqiqah Anak Perempuan
Waktu pelaksanaan aqiqah yang paling utama adalah pada hari ketujuh kelahiran anak. Namun, jika halangan yang dibenarkan syariat menghalangi, aqiqah boleh dilakukan setelah hari ketujuh, bahkan hingga anak tersebut dewasa. NU menganjurkan untuk melaksanakan aqiqah secepat mungkin setelah hari ketujuh, jika memungkinkan. Keterlambatan pelaksanaan aqiqah tidak membatalkan aqiqah itu sendiri, namun dianjurkan untuk segera melaksanakannya jika memungkinkan.
Tata Cara Pelaksanaan Aqiqah Anak Perempuan
Selain niat, beberapa tata cara pelaksanaan aqiqah anak perempuan menurut pandangan NU juga perlu diperhatikan:
-
Pemilihan Hewan: Hewan yang disembelih harus sehat, tidak cacat, dan memenuhi syarat syariat. Kambing betina merupakan pilihan yang umum dan dianjurkan.
-
Penyembelihan: Penyembelihan harus dilakukan oleh orang yang memahami tata cara penyembelihan hewan qurban sesuai syariat Islam.
-
Pembagian Daging: Sebagian daging aqiqah dibagikan kepada keluarga, kerabat, tetangga, dan fakir miskin. Pembagian daging ini merupakan bagian penting dari aqiqah sebagai bentuk berbagi kebahagiaan dan berbagi rezeki.
-
Doa dan Dzikir: Membaca doa dan dzikir selama proses penyembelihan dan pembagian daging aqiqah dianjurkan untuk menambah kekhusyukan ibadah.
-
Mencukur Rambut: Mencukur rambut bayi merupakan sunnah aqiqah. Rambut yang telah dicukur kemudian ditimbang dan disedekahkan sebagai bentuk syukur dan berbagi. Berat rambut dapat diganti dengan sejumlah uang yang nilainya setara dengan berat rambut tersebut.
Kesimpulan (Digantikan dengan penjelasan tambahan terkait perbedaan pendapat)
Perlu dipahami bahwa dalam Islam, khususnya dalam hal fiqih, terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama. Meskipun artikel ini menyajikan pandangan NU terkait niat dan pelaksanaan aqiqah anak perempuan, penting untuk mengetahui bahwa ada perbedaan pendapat di antara mazhab-mazhab fiqh yang lain terkait jumlah hewan qurban, waktu pelaksanaan, dan detail teknis lainnya. Oleh karena itu, penting bagi setiap individu untuk mendalami ilmu agama dan berkonsultasi dengan ulama yang terpercaya untuk mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif. Mengetahui berbagai pendapat akan meningkatkan keilmuan dan toleransi keagamaan. Hal terpenting adalah niat yang tulus ikhlas untuk menjalankan sunnah Rasulullah SAW dan mensyukuri nikmat Allah SWT atas kelahiran sang buah hati.