Aqiqah untuk Orang yang Sudah Meninggal: Hukum, Niat, dan Tata Cara

Ibu Nani

Aqiqah merupakan sunnah muakkadah bagi umat Islam yang dianjurkan untuk dilakukan setelah kelahiran bayi. Namun, bagaimana hukumnya jika aqiqah dilakukan untuk orang yang sudah meninggal dunia? Pertanyaan ini sering muncul, terutama dalam konteks keluarga yang ingin memberikan penghormatan terakhir dan berharap mendapatkan keberkahan untuk kerabat yang telah tiada. Artikel ini akan membahas secara detail hukum, niat, tata cara, serta pandangan ulama mengenai pelaksanaan aqiqah untuk orang yang telah meninggal dunia.

Hukum Aqiqah untuk Orang yang Sudah Meninggal

Hukum aqiqah untuk orang yang sudah meninggal dunia menjadi perdebatan di kalangan ulama. Tidak ada dalil nash (teks agama yang jelas) yang secara eksplisit membahas masalah ini. Oleh karena itu, para ulama berijtihad (berupaya mengeluarkan hukum berdasarkan dalil-dalil yang ada) dengan merujuk kepada dalil-dalil umum terkait aqiqah dan kaidah-kaidah fiqh (hukum Islam).

Sebagian ulama berpendapat bahwa aqiqah hanya dikhususkan untuk orang yang masih hidup. Mereka berargumen bahwa aqiqah bertujuan untuk mensyukuri kelahiran anak yang merupakan rahmat dari Allah SWT, dan syukur hanya pantas dilakukan kepada Allah SWT atas nikmat yang masih dirasakan. Setelah seseorang meninggal dunia, maka kesempatan untuk mensyukurinya telah berakhir. Oleh karena itu, aqiqah untuk orang yang sudah meninggal dianggap tidak sah.

Namun, sebagian ulama lain berpendapat bahwa aqiqah untuk orang yang sudah meninggal dunia hukumnya mubah (boleh) atau bahkan sunnah. Pendapat ini didasarkan pada beberapa pertimbangan. Pertama, aqiqah juga merupakan bentuk ibadah yang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Kedua, aqiqah dapat dianggap sebagai bentuk sedekah jariyah (amal jariyah yang pahalanya terus mengalir meski pelakunya telah meninggal dunia), yang bermanfaat bagi almarhum. Ketiga, aqiqah bisa dilihat sebagai wujud bakti dan penghormatan kepada almarhum yang tidak sempat di aqiqahkan semasa hidupnya. Mereka berpendapat bahwa Allah SWT Maha Pengampun dan Maha Penerima, sehingga niat baik dan usaha untuk beribadah kepada-Nya akan tetap diterima, meski dilakukan setelah kematian seseorang.

BACA JUGA:   Layanan Aqiqah Nurul Hayat Jakarta Timur: Tradisi, Kualitas, dan Harga

Oleh karena itu, perbedaan pendapat ini menunjukkan bahwa hukum aqiqah untuk orang yang sudah meninggal dunia menjadi khilafiyah (perbedaan pendapat). Penting bagi kita untuk memahami bahwa perbedaan pendapat dalam hukum Islam adalah hal yang wajar, dan yang terpenting adalah kita menjaga akhlak dan saling menghormati perbedaan pendapat tersebut. Masing-masing pendapat memiliki dasar dan argumennya masing-masing, dan kita perlu mempelajari dan memahami keduanya dengan baik.

Niat Aqiqah untuk Orang yang Sudah Meninggal

Jika seseorang memutuskan untuk melaksanakan aqiqah untuk orang yang telah meninggal dunia, maka niatnya harus ikhlas karena Allah SWT. Niat ini sangat penting karena menjadi landasan keabsahan ibadah tersebut. Contoh niat yang dapat diucapkan adalah:

"Bismillahirrahmanirrahim, saya niat aqiqah untuk (nama almarhum), karena Allah ta’ala."

Niat ini dapat diucapkan dalam hati atau dilafalkan dengan suara pelan. Yang terpenting adalah kesungguhan dan keikhlasan hati dalam melaksanakan ibadah ini. Perlu diingat bahwa niat yang baik dan ikhlas akan lebih bernilai di mata Allah SWT daripada pelaksanaan ibadah yang kurang sempurna tetapi niatnya tidak ikhlas.

Tata Cara Aqiqah untuk Orang yang Sudah Meninggal

Tata cara aqiqah untuk orang yang sudah meninggal pada dasarnya sama dengan aqiqah untuk orang yang masih hidup. Perbedaannya mungkin terletak pada waktu pelaksanaannya dan siapa yang berhak melaksanakannya. Secara umum, tata caranya meliputi:

  • Memilih Hewan Aqiqah: Hewan yang digunakan adalah kambing atau domba. Untuk bayi laki-laki, disunnahkan menyembelih dua ekor kambing, sedangkan untuk bayi perempuan, satu ekor kambing. Namun, jika ada kesulitan ekonomi, satu ekor kambing untuk laki-laki atau perempuan tetap dianggap sah.

  • Penyembelihan: Hewan aqiqah harus disembelih sesuai dengan syariat Islam. Artinya, penyembelihan harus dilakukan oleh orang yang muslim, dengan membaca basmalah, dan menyembelih dengan cara yang benar. Sebaiknya penyembelihan dilakukan oleh orang yang ahli di bidangnya.

  • Pembagian Daging: Daging aqiqah dibagi menjadi tiga bagian: satu bagian untuk keluarga yang mengadakan aqiqah, satu bagian untuk diberikan kepada kerabat dan tetangga, dan satu bagian untuk diberikan kepada orang miskin atau fakir.

  • Doa: Setelah proses penyembelihan dan pembagian daging selesai, disunnahkan untuk membaca doa agar aqiqah yang dilakukan diterima oleh Allah SWT dan menjadi amal jariyah bagi almarhum.

BACA JUGA:   Penyebab Haid Tidak Teratur Setelah Melahirkan dan Menyusui (Busui)

Menentukan Waktu Pelaksanaan Aqiqah

Waktu pelaksanaan aqiqah untuk orang yang sudah meninggal dunia tidak dibatasi oleh waktu tertentu. Bisa dilakukan kapan saja setelah meninggalnya orang tersebut. Namun, sebaiknya dilakukan dalam waktu yang tidak terlalu lama setelah kematian, misalnya dalam hitungan bulan atau tahun. Hal ini untuk menghindari kemungkinan timbulnya berbagai kendala di kemudian hari. Pertimbangan utama adalah kesiapan keluarga dan ketersediaan dana.

Pertimbangan Sosial dan Budaya

Dalam pelaksanaan aqiqah untuk orang yang sudah meninggal, penting untuk mempertimbangkan aspek sosial dan budaya. Komunikasi dan koordinasi yang baik dengan keluarga besar sangat diperlukan. Sebaiknya dibicarakan secara musyawarah, agar tidak menimbulkan kesalahpahaman atau pertentangan. Tujuan utama adalah untuk menghormati almarhum dan mendapatkan ridho Allah SWT, bukan untuk pamer atau gengsi.

Pandangan Ulama Kontemporer

Para ulama kontemporer cenderung lebih fleksibel dalam melihat masalah aqiqah untuk orang yang sudah meninggal. Mereka cenderung lebih menekankan pada niat dan keikhlasan dalam beribadah. Jika keluarga yakin bahwa aqiqah tersebut bisa menjadi amal jariyah bagi almarhum dan dilakukan dengan niat yang ikhlas, maka hal itu dibolehkan. Namun, mereka juga mengingatkan pentingnya memperhatikan kaidah-kaidah fiqh dan tidak keluar dari koridor syariat Islam. Konsultasi dengan ulama atau tokoh agama yang terpercaya sangat dianjurkan untuk mendapatkan fatwa yang sesuai dengan kondisi dan situasi masing-masing keluarga.

Semoga uraian di atas dapat memberikan pemahaman yang lebih komprehensif mengenai aqiqah untuk orang yang sudah meninggal dunia. Sekali lagi, mengingat perbedaan pendapat yang ada, penting untuk selalu berpegang teguh pada ajaran Islam yang benar dan senantiasa mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Also Read

Bagikan:

Tags