Aqiqah, dalam bahasa Arab berarti "memotong". Dalam konteks Islam, aqiqah merupakan ibadah sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan) yang dilakukan oleh orang tua atas kelahiran bayi mereka. Ibadah ini erat kaitannya dengan peristiwa kelahiran bayi tersebut, merupakan bentuk syukur kepada Allah SWT atas karunia yang tak terhingga berupa hadirnya sang buah hati ke dalam keluarga. Lebih dari sekadar pemotongan hewan, aqiqah menyimpan makna dan hikmah yang mendalam, baik secara spiritual maupun sosial. Berbagai sumber menunjukkan praktik aqiqah telah dilakukan sejak zaman Rasulullah SAW, dan hingga kini tetap relevan dan dijalankan oleh umat muslim di seluruh dunia. Namun, pemahaman yang komprehensif mengenai aqiqah seringkali masih perlu diperdalam untuk memahami esensi dan tata caranya dengan benar.
Sejarah dan Asal-usul Aqiqah dalam Islam
Aqiqah, sebagai ibadah, terdapat dalam berbagai hadis Nabi Muhammad SAW. Hadis-hadis ini menekankan pentingnya melaksanakan aqiqah sebagai bentuk rasa syukur atas kelahiran anak. Salah satu hadis yang sering dikutip adalah hadis riwayat Ahmad, yang berbunyi: "Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya, yang disembelih untuknya pada hari ketujuh, dan diberi nama, serta dicukur rambutnya." (HR. Ahmad). Hadis ini menunjukkan tiga hal utama yang berkaitan dengan aqiqah: penyembelihan hewan, pemberian nama, dan cukuran rambut bayi.
Tidak hanya hadis di atas, banyak hadis lain yang mendukung praktik aqiqah. Hadis-hadis tersebut menjelaskan berbagai aspek aqiqah, mulai dari jenis hewan yang boleh disembelih, jumlah hewan yang dianjurkan, hingga tata cara pelaksanaan aqiqah itu sendiri. Dari berbagai riwayat hadis yang ada, dapat disimpulkan bahwa aqiqah telah menjadi bagian integral dari tradisi Islam sejak zaman Rasulullah SAW, dan menjadi praktik yang terus dijalankan oleh umat muslim hingga kini. Meskipun hadis-hadis tersebut mungkin memiliki perbedaan redaksi atau sanad, inti pesan dari seluruh hadis tersebut tetap konsisten, yaitu menekankan pentingnya aqiqah sebagai ungkapan syukur dan bentuk pengabdian kepada Allah SWT. Pengkajian terhadap hadis-hadis ini juga membantu dalam memahami hukum dan tata cara pelaksanaan aqiqah yang sesuai dengan syariat Islam.
Hukum dan Waktu Pelaksanaan Aqiqah
Aqiqah hukumnya sunnah muakkadah, yang berarti sangat dianjurkan untuk dilakukan. Meskipun tidak wajib seperti shalat lima waktu, pelaksanaan aqiqah sangat dianjurkan karena mengandung banyak keutamaan dan pahala. Keengganan untuk melakukan aqiqah tanpa alasan yang syar’i merupakan suatu hal yang kurang baik.
Waktu pelaksanaan aqiqah yang paling utama adalah pada hari ketujuh setelah kelahiran bayi. Namun, jika karena suatu hal tidak dapat dilakukan pada hari ketujuh, aqiqah masih diperbolehkan dilakukan hingga masa bayi tersebut. Bahkan, beberapa ulama menyatakan aqiqah boleh dilakukan kapan saja setelah bayi lahir, selama orang tua masih mampu secara finansial. Namun, sebaiknya tetap diusahakan untuk melaksanakannya pada hari ketujuh karena sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW. Terlambat melaksanakan aqiqah tidak mengurangi nilai syukur yang ingin disampaikan, namun melaksanakannya tepat waktu lebih utama. Alasan keterlambatan juga perlu dipertimbangkan, apakah alasan yang dibenarkan secara syar’i.
Hewan Aqiqah dan Tata Cara Penyembelihannya
Hewan yang digunakan untuk aqiqah adalah kambing atau domba. Untuk bayi laki-laki, dianjurkan menyembelih dua ekor kambing atau domba, sedangkan untuk bayi perempuan, setidaknya seekor kambing atau domba. Ini sesuai dengan hadis Rasulullah SAW yang menganjurkan jumlah tersebut. Namun, jika orang tua hanya mampu menyembelih satu ekor, maka satu ekor pun sudah cukup dan tetap mendapatkan pahala.
Penyembelihan hewan aqiqah harus dilakukan sesuai dengan syariat Islam. Hewan yang disembelih harus sehat, tidak cacat, dan disembelih dengan cara yang benar, yaitu dengan menyebut nama Allah SWT dan membaca takbir. Daging aqiqah kemudian dibagikan kepada keluarga, tetangga, kerabat, dan orang-orang miskin. Sebagian daging juga boleh dikonsumsi oleh keluarga yang melaksanakan aqiqah. Pembagian daging aqiqah ini merupakan bagian penting dari ibadah ini, mengajarkan nilai-nilai sosial seperti berbagi dan kepedulian terhadap sesama.
Doa dan Niat dalam Aqiqah
Sebelum memulai proses penyembelihan, orang tua hendaknya membaca doa dan niat aqiqah. Niat ini dilakukan dalam hati, menyatakan bahwa penyembelihan hewan tersebut semata-mata untuk ibadah kepada Allah SWT sebagai bentuk syukur atas kelahiran anak. Doa yang dibaca dapat disesuaikan dengan keinginan dan pemahaman masing-masing, namun inti dari doa tersebut adalah memohon kepada Allah SWT agar anak tersebut dilimpahi rahmat, berkembang dengan baik, dan menjadi anak yang saleh/salihah. Membaca doa dengan khusyuk dan penuh keikhlasan akan menambah nilai ibadah dalam melaksanakan aqiqah.
Makna dan Hikmah Aqiqah di Luar Aspek Ibadah
Aqiqah tidak hanya memiliki makna ibadah semata, melainkan juga memiliki makna sosial dan edukatif yang penting. Pembagian daging aqiqah kepada orang miskin dan fakir miskin mengajarkan nilai kepedulian dan berbagi kepada sesama. Acara aqiqah juga menjadi ajang silaturahmi dan mempererat hubungan antar keluarga dan masyarakat sekitar. Selain itu, aqiqah juga merupakan momentum untuk mengenalkan bayi kepada masyarakat dan mendoakan agar bayi tersebut tumbuh menjadi anak yang sehat, saleh/salihah, dan berbakti kepada orang tua. Cukuran rambut bayi dan pemberian nama juga memiliki simbolisme tersendiri, yaitu sebagai tanda syukur dan harapan agar anak tersebut tumbuh dengan baik dan mendapatkan petunjuk dari Allah SWT. Dengan demikian, aqiqah bukan hanya sekedar ritual, tetapi juga bagian dari proses pengasuhan anak yang holistik.
Aqiqah dalam Perspektif Budaya dan Masyarakat
Praktik aqiqah di Indonesia dan berbagai negara muslim lainnya telah berbaur dengan budaya setempat. Bentuk perayaan dan tata cara pelaksanaan aqiqah dapat berbeda-beda, tergantung pada tradisi dan kebiasaan masyarakat di daerah masing-masing. Meskipun demikian, esensi dari aqiqah tetap sama, yaitu sebagai bentuk syukur kepada Allah SWT atas kelahiran anak dan sebagai wujud pengabdian kepada-Nya. Keberagaman dalam perayaan aqiqah ini memperkaya khazanah budaya Islam sekaligus menunjukkan adaptasi yang dinamis terhadap konteks sosial. Yang penting diingat adalah tetap berpedoman pada tuntunan syariat Islam dalam melaksanakan aqiqah, sehingga esensi ibadah ini tetap terjaga.